Indonesianews.com
Samosir, Jumat 19 September 2025
Pemecatan dr. Bilmar Delano Sidabutar dari jabatannya sebagai tenaga kesehatan di Kabupaten Samosir terus memicu perdebatan. Surat Keputusan (SK) Nomor 233 Tahun 2024 yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Samosir dianggap bermasalah dan sarat kejanggalan. Publik kini bertanya, apakah kasus ini murni kelalaian administratif atau ada skenario terselubung yang disusun pihak tertentu.
Dalam SK tersebut, dr. Bilmar disebut melakukan sejumlah pelanggaran, mulai dari pengelolaan aset hingga penggunaan dana kesehatan. Namun pihak keluarga dan kuasa hukum menolak tudingan itu. Mereka menegaskan tidak ada laporan polisi maupun putusan hukum yang menyatakan dr. Bilmar bersalah.
Kuasa hukum dr. Bilmar, Aleng Simanjuntak, S.H., menilai pemecatan ini bukan hanya cacat hukum, melainkan sarat rekayasa. “Kalau tidak ada proses hukum, atas dasar apa beliau dipecat? SK ini jelas mengandung keterangan palsu dan tidak berdasar,” tegas Aleng kepada wartawan, Jumat (19/9).
Lebih jauh, ia menyebut pemecatan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kliennya yang selama ini dikenal vokal dalam mengkritisi kebijakan daerah. “Kalau kami diam, kebohongan akan dianggap sebagai kebenaran. Kami akan terus bersuara agar masyarakat tahu kejadian yang sebenarnya. Jangan sampai rekayasa ini dibiarkan berjalan tanpa perlawanan,” pungkasnya.
Aleng juga mengungkapkan adanya kejanggalan dalam proses hukum yang ditempuh. Menurutnya, muncul isu saksi yang diragukan keberadaannya dalam persidangan di tingkat Pengadilan TUN. Dugaan adanya “saksi siluman” ini semakin memperkuat kecurigaan publik bahwa kasus pemecatan dr. Bilmar tidak dilakukan secara transparan.
Ironisnya, hingga kini Bupati Samosir Vandiko Timotius Gultom masih bungkam. Tidak ada pernyataan resmi yang disampaikan, meski pertanyaan publik terus menguat. Diamnya bupati justru menambah spekulasi bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutupi.
Kini bola panas berada di tangan aparat penegak hukum. Masyarakat menanti apakah polisi, kejaksaan, maupun lembaga peradilan berani membuka tabir dugaan rekayasa ini, atau memilih membiarkannya terkubur dalam diam.













